Minggu, 30 Desember 2007

Mursyid Abdul Ghoni Atau Mbah Ahmad Sadjadi

Semenjak kecil, almarhum KH Abdul Ghoni gemar mengembara untuk menimba ilmu di berbagai pesantren di tanah Jawa. Riwayat pendidikannya dimulai di madrasah diniyyah ibtidaiyyah Tegal Sari Sala.

Kemudian beliau melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, yakni di Madrasah Tsanawaiyyah dan Aliyyah Mambaul Ulum Sala, dan lulus tahun 1939. Selain pendidikan formal, beliau yang haus ilmu, memperdalam ilmu agama dengan nyantrik ke beberapa pondok pesantren. Di antaranya di Jawa Timur beliau pernah ngaji di Pesantren Termas Pacitan (tahun 1940) yang diasuh Raden Sayyid Hasan dan Kiai Hamid bin Abdullah, Pesantren Mojosari Nganjuk yang dipimpin Kiai Zainuddin, dan Pesantren Tebu Ireng Jombang. Di pesantren yang disebut terakhir tadi, Mbah Sadjadi mengkhususkan untuk mengkhatamkan kitab hadist Shohih Bukhori.

Mursyid Abdul Ghoni Atau Mbah Ahmad Sadjadi (Sumber Gambar : Nu Online)
Mursyid Abdul Ghoni Atau Mbah Ahmad Sadjadi (Sumber Gambar : Nu Online)


Mursyid Abdul Ghoni Atau Mbah Ahmad Sadjadi

Di Jawa Tengah, ia pernah nyantri di Pesantren Lasem asuhan Mbah Kiai Masum, Pesantren Watucongol Muntilan asuhan Kiai Dalhar, dan Pesantren Bustanul Usyaqil Quran Demak asuhan Kiai Raden Muhammad bin Mahfudz at-Tirmizi. Di pesantren ini, ia berhasil menghafalkan Al-Quran selama 3 tahun (1941-1944). Ia juga pernah nyantri di Serang Banten di bawah bimbingan Kiai Haji Syamun.

Tak heran jika akhirnya Kiai Abdul Ghoni, atau yang lebih akrab disapa Mbah Sadjadi ini menjadi ulama yang sangat luas ilmunya. Ia menguasai berbagai macam keilmuan, seorang hafidul quran, ahli tafsir, ahli hadist, dan juga seorang ahli fiqih. Kiai Sadjadi menguasai ilmu perbandingan fiqih 4 mazhab.

NU Online

Aktif berdakwah dan berorganisasi

NU Online

Kiai Sadjadi sejak 1977 berada di lingkungan masjid M Tohir, Yosoroto Laweyan Solo. Dua tahun kemudian ia dipercaya untuk tinggal di masjid Yosoroto. Dan sejak itulah, para tamu dari thariqah asy-Syadziliyyah banyak yang berkunjung ke masjid. Setiap hari, puluhan orang bertamu ke Yosoroto.

Menurut cerita dari KH Adib Zain, Sekretaris Jendral JATMAN, salah satu pengganti mursyid thoriqoh asy-Syadziliyyah, usai KHR Maruf Mangun Wiyoto wafat, diantaranya adalah Mbah Sadjadi yang di usia lanjutnya dikenal dengan sebutan KH Abdul Ghoni.

Ijazah Mbah Sadjadi diperoleh dari Kiai Maruf dan Kiai Ahmad Abdul Haq, pengasuh Pondok pesantren Watucongol Muntilan.

Saat mengemban amanah di masjid Yosoroto, kiai yang juga dikenal sayang dengan anak-anak dan selalu berusaha shalat berjamaah ini, mengadakan banyak kegiatan keagamaan, di antaranya adalah semaan Al-Quran yang diselingi dengan penjelasan ayat yang dibaca, rutin setiap malam Rabu. Dan, khusus pada malam Rabu terakhir diselingi dengan pembacaan shalawat Burdah karya Imam Bushiri.

Mbah Sulaeman Tanon Sragen, salah satu santri Kiai Umar Al-Muayyad bercerita, ketika masih mondok di Al-Muayyad beliau sering disuruh untuk semaan di masjid Yosoroto. Menurutnya, banyak kitab yang telah diserap dari lisan sang kiai, di antaranya tafsir Jalalain, Riyadus Shalihin dan lainnya.

Selain mengajar di Yosoroto, Kiai Sadjadi juga mengajar santri-santri Al-Muayyad. Kitab yang diajarkannya adalah tentang perbandingan madzhab Al-Mizanul Kubro karya Syekh Abil Mawahib bin Ahmad bin Aly al-Anshory. Sedangkan di Masjid Tegalsari Solo beliau mengajarkan Tafsir Jalalain, matan ghoyah wat taqrib dan Jawahirul Bukhori.

Tidak hanya itu, ternyata Kiai Sadjadi juga seorang dosen di Universitas Nahdlatul Ulama Surakarta sejak 1947-1987. Pernah bergabung dalam Laskar Sabilillah Kota Surakarta (1946), juga pernah menjabat sebagai anggota DPRD Kota Surakarta dari fraksi NU (1964-1965) dan menjabat mustasyar NU Kota Surakarta (1987). Sampai akhir hayat pada tahun 1987, beliau terus mengabdi untuk masyarakat.

Sabtu Pon 21 Maret 1987 bertepatan dengan 22 Rajab 1407 H sekitar pukul 19.00 WIB. Beliau pergi dalam usia 68 tahun. Kepergiannya membawa duka bagi keluarga, sahabat, para ulama dan santri-santri beliau. Kiai Sadjadi meninggalkan seorang istri, Nyai Hj. Chammah Sadjadi, 5 putra dan 3 putri.

Ada beberapa kesaksian menarik saat prosesi pemakaman beliau. Sebagaimana dikisahkan Ibu Nyai Hj. Baidhowi Syamsuri (istri KH Baidhowi Syamsuri, pengasuh Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo) dan juga KH Abdul Karim Ahmad yang menyaksikan kepergian beliau. Saat keranda beliau diangkat oleh para santri dan keluarga secara silih berganti, keranda terasa ringan.

Orang-orang yang membawa keranda Kiai Sadjadi seakan berlari-lari sambil bershalawat burdah, Karena ringannya keranda almarhum, yang mengangkat tak bisa menahan kakinya untuk berlari. Kata KH Abdul Karim. Menurut Kiai yang akrab disapa Gus Karim, itu merupakan pertanda bahwa almarhum sudah tidak sabar ingin bertemu Allah swt, Para Malaikat penyambut almarhum juga sudah tak sabar menunggu pecinta shalawat itu. (Ajie Najmuddin, disarikan dari tulisan A. Himawan asy-Syirbany di Tabloid TAJAM Jamuro)

Dari (Tokoh) Nu Online: http://www.nu.or.id/post/read/41822/mursyid-abdul-ghoni-atau-mbah-ahmad-sadjadi

NU Online

Kami bukan situs resmi NU, tapi kami sejalan dengan Nahdlatul Ulama yang menciptakan masyarakat dunia maya yang ngadem-ngademi dan tidak profokatif..


EmoticonEmoticon

Nonaktifkan Adblock Anda

Perlu anda ketahui bahwa pemilik situs NU Online sangat membenci AdBlock dikarenakan iklan adalah satu-satunya penghasilan yang didapatkan oleh pemilik NU Online. Oleh karena itu silahkan nonaktifkan extensi AdBlock anda untuk dapat mengakses situs ini.

Fitur Yang Tidak Dapat Dibuka Ketika Menggunakan AdBlock

  1. 1. Artikel
  2. 2. Video
  3. 3. Gambar
  4. 4. dll

Silahkan nonaktifkan terlebih dahulu Adblocker anda atau menggunakan browser lain untuk dapat menikmati fasilitas dan membaca tulisan NU Online dengan nyaman.


Nonaktifkan Adblock